Minggu, 22 Juni 2014

Singkat cerita penuh makna "Karawitan Day"





Suatu pertunjukan seni yang tak mamu semua orang bisa lakukan, dan untuk mata kuliah karawitan ini, saya akan sajikan sebuah analisis dari hasil observasi pertunjukkan seni budaya karawitan di Universitas ISI Surakarta .


Karawitan merupakan musik Indonesia yang berlaras non diatonis (dalam laras slendro dan pelog) yang garapan-garapannya sudah menggunakan sistim notasi, warna suara, ritme, memiliki fungsi, sifat pathet, dan aturan garap dalam bentuk instrumentalia, vokalis dan campuran, enak didengar untuk dirinya maupun orang lain (Suhastjarja,1984). Karawitan juga dapat dibagi menjadi 3 : Karawitan Sekar, Karawitan Gending, Karawitan Sekar Gending.
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan di Institut Seni Indonesia Surakarta, hal yang menarik  yang dapat menjadi bahan perbandingan kali ini adalah keseluruhan dari dua kali pertunjukan yang telah disajikan, mulai dari tata wajah, tata busana, tata panggung, jenis sajian, jenis musik sajian, hingga langgam jawa yang telah disajikan. Akan tetapi, penulis pada perbandingan kali ini lebih merujuk pada jenis sajian musik dan model sajian karawitannya yang menjadi acuan pembahasan karena sudah terlihat dengan jelas perbedaannya dalam kasat mata. Jenis karawitan yang sudah ditampilkan merupakan jenis karawitan jawa asli dan karawitan jawa modern dengan cara penyajian dengan sebuah drama.
Pada pementasan Karawitan Jawa asli atau biasa disebut dengan karawitan tradisional, pementasan cenderung masih mengedepankan sajian musik dengan jenis karawitan sekar gending yakni percampuran dua jenis karawitan yakni karawitan sekar dan karawitan gending. Dimana pada karawitan sekar gending ini merupakan salah satu bentuk kesenian gabungan antara Karawitan Sekar dan Gending. Dalam penyajiannya, karawitan ini tidak hanya menampilkan salah satu di antara keduanya, tetapi juga kedua karawitan ini ditampilkan secara bersama-sama agar menghasilkan karawitan yang bagus.
Dalam karawitan tradisional  jawa, memiliki beberapa elemen meliputi rombongan / grop (  pengrawit, pesindhen/ suarawati), peralatan ( gamelan ), penanggap dan/atau penonton. Karawitan secara tradisi menggunakan seperangkat gamelan laras slendro danpelog yang sebagian besar terdiri atas instrumen pukul ( perkusi) dari perunggu dan sebagian kecill instrumen gesek, tiup,  dan peti. Instrumen – instrumen pukul yang terbuat dari bahan perunggu terdiri atas kemanak,  gender, slentem, saron, bonang, ketuk,  kenong, kempul dan gong. Instrumen pukul yang terbuat dari bahan  kayu yakni gambang, sedangkan instrumen pukul yang terbuat dari baha kayu dan kulit adalah kendang. Instrumen tiup yang terbuat dari bahan bambu yakni suling. Dan instrumen petik yang terbuat dari dua dawai  yakni rebabb, serta instrumen petik  terdiri atas 13 dawai kembar (double) adalah siter dan celempung. Instrumen –instrumen  tersebut dimainkan oleh penabuh yang biasa disebut pengrawit. Kecuali pengrawit, dalam rombonggan karawitan terdapat pula sejumlah wirasuara (vokalis lai-laki) dan suarawati atau pesindhen ( vokalis perempuan).
Di dalam sebuah karawitan adanya elemen balungan gending cukup penting karena merupakan kerangka dasar yang masih perlu diinterpretasikan oleh pengrawit agar menjadi sajian gending utuh. Elemen lain yang juga tidak kalah penting yakni cakepan,  suatu teks yang digunakan oleh suarawati dan/atau penggerong dalam gending tertentu. Cakepan dapat berisi suatu pengetahuan tertentu, atau peristiwa tertentu, yang mempunyai makna tertentu bagi masyarakat pada massa tertentu. Karawitan secara tradisional berfungsi sebagai sarana ritual ,  hiburan, hajatan, dan komunikasi. Elemen penting lainnya yakni pakem. Pakem menurut Umar Kayam bahwa seperangjat aturan tersurat maupun tersirat, lisan maupun tulisan, mengenai satu atau beberaapa elemen karawitan dari wilayah gaya tertentu yang membuatnya berbeda dengan karawitan dari wilayah gaya lain (Kayam. 2001:65).
Berdasarkan penjelasan mengenai karawitan jawa tradisioal diatas dapat kita bahas pula mengenai karawitan jawa modern  berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan di ISI Surakarta. Didalam karawitan modern, sudah mengalami cukup perbedaan, baik berupa sajian,cakepan, pakem, balungan,bahkan teknik nyanyian. Terlihat sangat jelas perbedaan antara musik karawitan jawa asli atau tradisional dengan musik karawitan jawa modern dilihat dari cara pennyajian.
Penyajian yang dilakukan didalam karawitan jawa modern ini  sudah sangat inovatif karena sudah adanya percampuran sebuah instrumen dipadukan dengan  instrumen asli yang ada pada permainan musik karrawitan  seperti alat musik biola. Biola yang dipergunakan ini juga sebagai pendukung penyajian suatu musik dengan judul yang diangkat dalam pertunjukkan. Selain dengan biola , pada permainan musik karawitan ini juga menggunakan alat- alat kombinasi perkusi. Kehadiran instrumen musik elektrik mewarnai perangkat instrumen gamelan yang megah,  agung, artistik, dan adi luhung dengan sejumlah niyaga yang  dengan anggun lenggah semanggem.
Dalam karawitan modern ini menurut penulis dapat pula dikategorikan dengan karawitan  gagrak anyar.  Karawitan gagrag anyar adalah karawitan karya baru yang penciptaannya berdasar pada bentuk ekspresi musikal karawitan tradisional sebagai pijakan utamanya. Repertoar karawitan bercorak ini dapat dikatakan relatif sama dengan dengan repertoar pada karawitan tradisional. Namun ada perbedaan yang menonjol yaitu terletak pada penggarapan sekaligus wujud ekspresinya. Penciptaan dan penggarapannya dilakukan komposer dengan cara melakukan rekonstruksi dan reinterpretasi dari bentuk, struktur, dan garap dari repertoar karawitan yang telah ada. Penciptaannya cenderung berpijak pada pengembangan kreativitas melalui (1) perpaduan silang gaya musikal, (2) pengolahan tempo, irama, dan dinamika, serta (3) penambahan dan pengurangan variasi bentuk garap. Jadi karawitan gagrag anyar adalah karawitan baru hasil toleransi artistik atas kreativitas dan penyimpangan-penyimpangan garap yang dilakukan komposer terhadap karya-karya tradisional dari kebiasan kulturalnya.
Sumber dasar eksistensi karawitan jenis ini adalah perasaan para komposer untuk melakukan pembaharuan garap dan ekspresi karawitan dengan tetap mempertimbangkan entitas artistik yang berisi (1) bahan, (2) perabot, dan (3) sarana garap konvensional. Jadi, penciptaan karawitan gagrag anyar adalah kontemplasi pembaharuan dengan tetap bergantung pada rumusan prinsip-prinsip garap yang secara artistik telah diterima dan telah menjadi sistem ekspresi karawitan tradisional.
Genre musikal terakhir adalah karawitan kontemporer, yaitu karya karawitan baru yang memiliki ciri (1) mengutamakan elemen kejut (the element of surprise) tertentu, (2) memiliki kandungan elemen-elemen yang tak terduga (unexpected juxtapositions), dan (3) memanifestasikan pemikiran filosofis tertentu.
Dalam penyajian kkarawitan tradisional juga mengkombinasikan antara pertunjukkan drama teater yang menggunakan bahasa jawa baik itu bahasa jawa ngoko maupun krama  alus yang menceritakan sebuah kisah dari kehidupan bermasyarakat. Percampuran penggunaan  alat musik dengan suatu drama membantu penonton untuk dapat dengan lebih mudahh  memahami isi dari suatu sajian musik karawitan  dibandingan dengan cara penyajian musik karawitan tradisional.

Dari sekelumit  cerita diatas, semoga dapat menginspirasi kalian didalam mengembangkan budaya daerah Indonesia ya teman-teman. 




 Inilah cuplikan pementasan karawitan yang dengan irama gendhing-gendhing jawa.








Untuk foto yang satu ini adalah gambar dimana percampuran irama musik gendhing jawa dengan sinden jawa pula






Inilah kami mahasiswa PGSD Universitas Muhammadiyah Surakarta kelas 4F , kami bersama dosen karawitan terbaik kami Pak Waluyo.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar