Suatu pertunjukan seni yang tak mamu semua orang bisa lakukan, dan untuk mata kuliah karawitan ini, saya akan sajikan sebuah analisis dari hasil observasi pertunjukkan seni budaya karawitan di Universitas ISI Surakarta .
Karawitan
merupakan musik Indonesia yang berlaras non diatonis (dalam laras slendro dan
pelog) yang garapan-garapannya sudah menggunakan sistim notasi, warna suara,
ritme, memiliki fungsi, sifat pathet, dan aturan garap dalam bentuk
instrumentalia, vokalis dan campuran, enak didengar untuk dirinya maupun orang
lain (Suhastjarja,1984). Karawitan juga dapat dibagi menjadi 3 : Karawitan
Sekar, Karawitan Gending, Karawitan Sekar Gending.
Berdasarkan
pengamatan yang telah dilakukan di Institut Seni Indonesia Surakarta, hal yang
menarik yang dapat menjadi bahan
perbandingan kali ini adalah keseluruhan dari dua kali pertunjukan yang telah
disajikan, mulai dari tata wajah, tata busana, tata panggung, jenis sajian,
jenis musik sajian, hingga langgam jawa yang telah disajikan. Akan tetapi,
penulis pada perbandingan kali ini lebih merujuk pada jenis sajian musik dan
model sajian karawitannya yang menjadi acuan pembahasan karena sudah terlihat
dengan jelas perbedaannya dalam kasat mata. Jenis karawitan yang sudah
ditampilkan merupakan jenis karawitan jawa asli dan karawitan jawa modern
dengan cara penyajian dengan sebuah drama.
Pada
pementasan Karawitan Jawa asli atau biasa disebut dengan karawitan tradisional,
pementasan cenderung masih mengedepankan sajian musik dengan jenis karawitan
sekar gending yakni percampuran dua jenis karawitan yakni karawitan sekar dan
karawitan gending. Dimana pada karawitan sekar gending ini merupakan salah satu
bentuk kesenian gabungan antara Karawitan Sekar
dan Gending. Dalam penyajiannya, karawitan ini
tidak hanya menampilkan salah satu di antara keduanya, tetapi juga kedua
karawitan ini ditampilkan secara bersama-sama agar menghasilkan karawitan yang
bagus.
Dalam
karawitan tradisional jawa, memiliki
beberapa elemen meliputi rombongan / grop (
pengrawit, pesindhen/ suarawati),
peralatan ( gamelan ), penanggap dan/atau penonton. Karawitan secara tradisi
menggunakan seperangkat gamelan laras slendro danpelog yang sebagian besar terdiri
atas instrumen pukul ( perkusi) dari perunggu dan sebagian kecill instrumen
gesek, tiup, dan peti. Instrumen –
instrumen pukul yang terbuat dari bahan perunggu terdiri atas kemanak,
gender, slentem, saron, bonang, ketuk,
kenong, kempul dan gong. Instrumen
pukul yang terbuat dari bahan kayu yakni
gambang, sedangkan instrumen pukul
yang terbuat dari baha kayu dan kulit adalah kendang. Instrumen tiup yang terbuat dari bahan bambu yakni suling. Dan instrumen petik yang terbuat
dari dua dawai yakni rebabb, serta instrumen petik terdiri atas 13 dawai kembar (double) adalah siter dan celempung. Instrumen
–instrumen tersebut dimainkan oleh
penabuh yang biasa disebut pengrawit. Kecuali pengrawit, dalam rombonggan
karawitan terdapat pula sejumlah wirasuara
(vokalis lai-laki) dan suarawati atau
pesindhen ( vokalis perempuan).
Di
dalam sebuah karawitan adanya elemen balungan gending cukup penting karena
merupakan kerangka dasar yang masih perlu diinterpretasikan oleh pengrawit agar
menjadi sajian gending utuh. Elemen lain yang juga tidak kalah penting yakni
cakepan, suatu teks yang digunakan oleh suarawati dan/atau penggerong dalam gending tertentu. Cakepan dapat berisi suatu pengetahuan tertentu, atau peristiwa
tertentu, yang mempunyai makna tertentu bagi masyarakat pada massa tertentu.
Karawitan secara tradisional berfungsi sebagai sarana ritual , hiburan, hajatan, dan komunikasi. Elemen
penting lainnya yakni pakem. Pakem
menurut Umar Kayam bahwa seperangjat aturan tersurat maupun tersirat, lisan
maupun tulisan, mengenai satu atau beberaapa elemen karawitan dari wilayah gaya
tertentu yang membuatnya berbeda dengan karawitan dari wilayah gaya lain
(Kayam. 2001:65).
Berdasarkan
penjelasan mengenai karawitan jawa tradisioal diatas dapat kita bahas pula
mengenai karawitan jawa modern
berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan di ISI Surakarta. Didalam
karawitan modern, sudah mengalami cukup perbedaan, baik berupa sajian,cakepan,
pakem, balungan,bahkan teknik nyanyian. Terlihat sangat jelas perbedaan antara
musik karawitan jawa asli atau tradisional dengan musik karawitan jawa modern
dilihat dari cara pennyajian.
Penyajian
yang dilakukan didalam karawitan jawa modern ini sudah sangat inovatif karena sudah adanya
percampuran sebuah instrumen dipadukan dengan
instrumen asli yang ada pada permainan musik karrawitan seperti alat musik biola. Biola yang
dipergunakan ini juga sebagai pendukung penyajian suatu musik dengan judul yang
diangkat dalam pertunjukkan. Selain dengan biola , pada permainan musik
karawitan ini juga menggunakan alat- alat kombinasi perkusi. Kehadiran
instrumen musik elektrik mewarnai perangkat instrumen gamelan yang megah, agung, artistik, dan adi luhung dengan
sejumlah niyaga yang dengan anggun lenggah semanggem.
Dalam
karawitan modern ini menurut penulis dapat pula dikategorikan dengan
karawitan gagrak anyar. Karawitan gagrag anyar adalah
karawitan karya baru yang penciptaannya berdasar pada bentuk ekspresi musikal
karawitan tradisional sebagai pijakan utamanya. Repertoar karawitan bercorak
ini dapat dikatakan relatif sama dengan dengan repertoar pada karawitan
tradisional. Namun ada perbedaan yang menonjol yaitu terletak pada penggarapan
sekaligus wujud ekspresinya. Penciptaan dan penggarapannya dilakukan komposer dengan cara melakukan
rekonstruksi dan reinterpretasi dari bentuk, struktur, dan garap dari repertoar
karawitan yang telah ada. Penciptaannya cenderung berpijak pada pengembangan
kreativitas melalui (1) perpaduan silang gaya musikal, (2) pengolahan tempo,
irama, dan dinamika, serta (3) penambahan dan pengurangan variasi bentuk garap.
Jadi karawitan gagrag anyar adalah karawitan baru hasil toleransi
artistik atas kreativitas dan penyimpangan-penyimpangan garap yang dilakukan
komposer terhadap karya-karya tradisional dari kebiasan kulturalnya.
Sumber dasar eksistensi karawitan
jenis ini adalah perasaan para komposer untuk melakukan pembaharuan garap dan
ekspresi karawitan dengan tetap mempertimbangkan entitas artistik yang berisi
(1) bahan, (2) perabot, dan (3) sarana garap konvensional. Jadi, penciptaan
karawitan gagrag anyar adalah kontemplasi pembaharuan dengan tetap
bergantung pada rumusan prinsip-prinsip garap yang secara artistik telah
diterima dan telah menjadi sistem ekspresi karawitan tradisional.
Genre
musikal terakhir adalah karawitan
kontemporer, yaitu karya karawitan baru yang memiliki
ciri (1) mengutamakan
elemen kejut (the element of surprise) tertentu, (2) memiliki kandungan elemen-elemen yang tak terduga (unexpected
juxtapositions), dan (3) memanifestasikan pemikiran filosofis tertentu.
Dalam penyajian kkarawitan
tradisional juga mengkombinasikan antara pertunjukkan drama teater yang
menggunakan bahasa jawa baik itu bahasa jawa ngoko maupun krama alus yang menceritakan sebuah kisah dari
kehidupan bermasyarakat. Percampuran penggunaan
alat musik dengan suatu drama membantu penonton untuk dapat dengan lebih
mudahh memahami isi dari suatu sajian
musik karawitan dibandingan dengan cara
penyajian musik karawitan tradisional.
Dari sekelumit cerita diatas, semoga dapat menginspirasi kalian didalam mengembangkan budaya daerah Indonesia ya teman-teman.
Inilah cuplikan pementasan karawitan yang dengan irama gendhing-gendhing jawa.
Untuk foto yang satu ini adalah gambar dimana percampuran irama musik gendhing jawa dengan sinden jawa pula
Inilah kami mahasiswa PGSD Universitas Muhammadiyah Surakarta kelas 4F , kami bersama dosen karawitan terbaik kami Pak Waluyo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar